SuluhMerdeka.com – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membayarkan kompensasi bagi 142 korban terorisme masa lalu (KTML) yang berdomisili di Sulawesi Tengah (Sulteng). Kompensasi senilai Rp23.920.000.000 diserahkan simbolis oleh Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo bersama Gubernur Sulteng Rusdy Mastura dan anggota Komisi III DPR RI Sarifudin Sudding bertempat di kantor Gubernur Sulteng, Jumat (4/3-2022).
Ke-142 korban itu merupakan korban langsung maupun ahli waris korban meninggal dunia, terdiri dari 45 ahli waris korban meninggal dunia, 21 korban luka berat, 64 korban luka sedang dan 12 orang luka ringan. Mereka merupakan korban dari 20 peristiwa terorisme sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Acara penyerahan kompensasi juga dihadiri Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo dan Susilaningtias, Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta, perwakilan Kejagung, Direktur Perlindungan BNPT, serta undangan forkompimda di wilayah Sulteng,
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, sebanyak 142 orang ini merupakan bagian dari 357 orang KTML yang berhasil diidentifikasi LPSK bersama BNPT dan dinyatakan memenuhi syarat untuk menerima kompensasi.
“Total nilai kompensasi untuk 355 orang korban (KTML) sebesar Rp59.220.000.000 yang telah dibayarkan. Sedangkan untuk dua orang lagi (pembayaran kompensasi) segera dirampungkan,” ungkap Hasto.
Menurut Hasto, penyerahan kompensasi ini merupakan implementasi UU No. 5 Tahun 2018 dan PP Nomor 35 Tahun 2020. Sejak UU itu lahir, secara terang benderang dinyatakan bahwa seluruh korban terorisme merupakan tanggung jawab negara.
“UU No. 5 Tahun 2018 merupakan regulasi yang sangat progresif dan menunjukkan keberpihakan terhadap korban terorisme. Salah satu hal istimewa dari undang-undang ini adalah munculnya terobosan hukum yang membuka kesempatan bagi korban terorisme masa lalu untuk mendapatkan kompensasi tanpa melalui jalur pengadilan,” jelas Hasto.
Kompensasi Korban Terorisme setelah Lahirnya UU No. 5 Tahun 2018
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menambahkan, selain penyerahan kompensasi bagi korban terorisme masa lalu, pada saat yang sama juga diserahkan kompensasi bagi korban peristiwa terorisme setelah lahirnya UU No. 5 Tahun 2018, yaitu peristiwa tindak pidana terorisme penyerangan anggota Polri dan warga sipil.
Pembayaran kompensasi dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 249/PID.SUS/2021/PT DKI, tertanggal 27 Oktober 2021 sebesar Rp1.008.789.872 kepada 5 orang korban dan/atau ahli waris korban.
Menurut Susi, ada perbedaan mekanisme pembayaran kompensasi bagi korban peristiwa terorisme sebelum dan sesudah lahirnya UU No. 5 Tahun 2018. Bagi korban terorisme masa lalu atau sebelum lahirnya UU No. 5 Tahun 2018, pembayaran kompensasi berdasarkan keputusan LPSK setelah sebelumnya dilakukan asesmen untuk menilai derajat luka korban.
“Kita juga memberikan penghargaan yang tinggi kepada Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) yang dalam dua tahun terakhir, terus bersama-sama LPSK melakukan asesmen medis untuk menentukan derajat luka yang dialami korban. Derajat luka diperlukan sebagai pijakan menentukan nilai kompensasi,” ujar Susi.
Sedangkan kompensasi bagi korban peristiwa terorisme sesudah lahirnya UU No. 5 Tahun 2018, dilakukan melalui proses peradilan dan kompensasi dibayarkan atas putusan pengadilan, seperti kompensasi yang diberikan kepada 5 korban dan/atau ahli waris korban di wilayah Sulteng ini. “Untuk pembayaran kompensasi peristiwa terorisme setelah UU No. 5 Tahun 2018, LPSK berpegangan pada putusan pengadilan,” tegas Susi.
Lebih lanjut Susi berharap kompensasi yang dibayarkan dapat digunakan untuk memulihkan kehidupan sosial ekonomi para korban. LPSK akan berupaya membangun sinergi dengan kementerian/lembaga terkait, termasuk Pemerintah Provinsi Sulteng agar korban yang mendapatkan kompensasi dapat diberikan pendampingan melalui kegiatan-kegiatan pembekalan dan pelatihan kewirausahaan.
“Kompensasi diharapkan dapat dimanfaatkan secara bijaksana dan tidak konsumtif. LPSK siap bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk membangun program (pembekalan dan pelatihan kewirausahaan) tersebut,” imbuh Susi.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Ma’mun Amir mengatakan penyerahan kompensasi ialah wujud perhatian dari pemerintah kepada masyarakat yang menjadi korban terorisme dengan tujuan memberi perlindungan dan keadilan sosial.
“Olehnya selaku pimpinan daerah, kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas perhatian pemerintah pusat melalui LPSK kepada para korban,” kata Ma’mun Amir.
Kata Ma’mun Amir, tentu menjadi harapan kami agar kegiatan ini tidak sekedar seremonial belaka tapi hendaknya dapat mendorong rekonsiliasi antara korban dan pelaku agar tidak ada lagi dendam dan permusuhan.
“Ditambah lagi menjadi tugas kita untuk kolaborasi melakukan upaya-upaya deradikalisasi dan kontra radikalisasi agar paham-paham radikal dan terorisme tidak berkembang luas di Sulawesi tengah,” kata Ma’mun Amir lagi.
Tambah Ma’mun, olehnya pembangunan berlandaskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang berbasis pada kebutuhan adalah kuncinya, karena apabila aspek ini tidak dipenuhi pasti akan berdampak membuat masyarakat mudah dicuci otak oleh paham-paham radikal.
Begitu juga dengan upaya-upaya pembinaan dan pemberdayaan kepada napi terorisme (napiter) agar mereka bisa diterima kembali di masyarakat dan tidak mengulang kesalahan yang sama.(*/ptr)