BeritaNasional

Anggota Komisi X DPR RI: Tanpa Pensiun, Pemerintah Cenderung Rekrut PPPK

2
×

Anggota Komisi X DPR RI: Tanpa Pensiun, Pemerintah Cenderung Rekrut PPPK

Sebarkan artikel ini
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Hj Ledia Hanifa Amelia (tengah) bersama anggota Fraksi PKS DPRD Sulawesi Tengah dan pengurus DPW PKS Sulawesi Tengah saat berbincang dengan sejumlah media di salah satu warung kopi di Palu, Minggu, 10 Oktober 2021. (Foto: Pataruddin)

SuluhMerdeka.com – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Hj Ledia Hanifa Amaliah mengaku sedih setelah keluarnya pengumuman hasil seleksi tahap pertama Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau P3K dan hanya 176 ribu guru saja yang lolos dari satu juta guru sesuai kuota anggaran.

“Sebenarnya kuota dari anggaran yang sudah disampaikan Kementerian Keuanģan, ada satu juta guru untuk P3K,” kata Ledia kepada sejumlah media di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu, 10 Oktober 2021.

Menurut Ledia, mula-mulakan perdebatannya di kalangan guru-guru, masak sudah mengajar 10 tahun, 15 tahun tapi tidak dijadikan Pegawai Negeri Sipil atau PNS, kenapa cuma P3K.

“Kalau saya membaca, kelihatannya polanya ke depan memang tidak akan banyak lagi PNS. Lebih banyak P3K,” ujar Ledia.

Bedanya antara PNS dengan P3K, kata Ledia adalah di pensiun. “Bedanya di pensiun. Kalau P3K nggak ada pensiun. Kalau PNS, biasanya khan begini, kalau sudah tua, kita ingin lebih tenang kalau ada pensiun,” ujarnya.

Tapi sekarang ini, kata Ledia, kecenderungan pemerintah dengan keterbatasan keuangan jadi akan ngambilnya P3K.

“Nah, ketika bicara soal P3K didahulukan guru. Secara sebaran memang sangat terbatas. Didahulukan guru pun, kemarin ada banyak persoalan karena misalnya guru agama nggak masuk. Guru olahraga nggak masuk. Guru bahasa daerah nggak ada. Guru kesenian dan gutu inlkusi juga nggak masuk. Ada persyaratan yang sangat ketat yang membuat akhirnya nggak bisa masuk,” kata Ledia.

Akhirnya Komisi X membuat panitia kerja atau panja. Melalui diskusi panjang?, minta agar bisa dimasukkan.

“Kemudian ada juga khan teman-teman honorer yang sudah lebih dari lima tahun. Dan patokannya kalau sudah lebih dari lima tahun ada bonus poin sehingga mereka bisa mencapai passing grade. Kemudian, problem besarnya adalah, mereka itu pengalamannya banyak tapi yang diujikan itu adalah pengetahuan. Sementara pengetahuan khan selalu berkembang,” jelas Ledia.

Selama ini, kata Ledia, ketika ada pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, guru honorer tidak masuk. Kemudian sertifikasi guru tidak dimasukkan sebagai bonus tambahan. Sehingga banyak lolos yang lebih muda dan kalau pemikiran negara khan kalau yang muda masih panjang masa pengabdiannya.

Akhirnya yang membuat sedih itu, banyak yang baru lulus, masih muda, belum punya pengalaman, belum punya sertifikasi itu yang lolos.

Ledia juga menyebutkan, problem seperti ini bukan hanya terjadi di Sulawesi. Di pulau lain pun bahkan di Jawa, banyak yang tidak lolos.

Dia berharap pada seleksi tahap kedua banyak yang lolos. Apalagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan tiga kesempatan mengikuti seleksi P3K.

Masalah lain, kata Ledia, pengajuan daerah untuk mengikuti seleksi karena sesuai peraturan presiden, pemerintah pusat hanya menanggung gaji sedangkan tunjangan jadi tanggungan pemerintah daerah masing-masing. Sehingga pemerintah daerah tidak banyak pengirim pengajuan.

Seleksi tahap pertama, dari kuota satu juta orang yang mendaftar 600 ribu orang guru dan hanya 176 ribu orang yang dinyatakan lolos. (Ptr)