TOLITOLI – Di pesisir Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, terdapat sebuah kawasan sederhana namun sarat makna yang telah lama menjadi ikon kehidupan lokal sekaligus titik singgah para pelintas dari berbagai penjuru. Kawasan itu bernama Tanjung Batu, sebuah tempat yang menyatukan keramahan, cita rasa khas pesisir, dan kenyamanan spiritual dalam satu garis harmoni.
Sejak pagi hari, mulai pukul 08.00 hingga 20.00 WITA, kawasan ini hidup dengan aktivitas warung-warung makan yang berjejer rapi membelakangi lautan lepas. Deretan tempat makan ini bukan sekadar lokasi bersantap, melainkan bagian dari denyut nadi masyarakat setempat.
Beberapa rumah makan yang paling dikenal dan kerap disambangi pengunjung antara lain rumah makan Fatimah, Anggun, E&R,2M,Ufik,P&Q dan Nurul. Meski berbeda nama, semuanya menyuguhkan menu yang seragam dan khas—sederhana namun menggugah selera.
Hidangan favorit yang selalu tersedia antara lain:
Ikan bakar langsung dari laut Tolitoli, dibumbui dengan rempah lokal
Ikan goreng garing, renyah dan cocok dipadukan dengan nasi putih hangat
Ikan woku, dengan kuah rempah aromatik khas Sulawesi
Cumi goreng gurih dan empuk
Tumis kangkung segar, sebagai pelengkap sayuran
Aneka sambal lokal seperti sambal dabu-dabu, sambal tumis, hingga sambal campuran yang membangkitkan selera
Uniknya, tak ada satu warung pun yang mendominasi sebagai “unggulan.” Pilihan pengunjung seringkali bergantung pada rasa, keramahan pelayanan, atau sekadar kebiasaan sejak lama.

Namun Tanjung Batu bukan hanya soal rasa dan santapan. Di ujung deretan rumah makan, berdiri kokoh Masjid Al Ikhlas Tanjung batu, sebuah rumah ibadah yang senantiasa terbuka bagi siapa saja. Masjid ini bersih, terawat, dan menjadi tempat perhentian spiritual bagi para musafir dari arah Buol, Palu, atau wilayah sekitarnya untuk beristirahat sejenak dan menunaikan salat lima waktu.
Tak hanya itu, fasilitas parkir yang luas di kawasan ini menjadi nilai tambah tersendiri. Pengendara, baik kendaraan pribadi maupun bus besar, dapat berhenti dengan nyaman tanpa kerepotan.
Tanjung Batu memang bukan destinasi wisata dengan sorotan lampu atau papan nama mencolok. Namun justru di sanalah letak keistimewaannya. Ia menjadi simpul kecil yang menyatukan rasa,kenyang dan doa. Laut menjadi latar yang tenang, asap ikan bakar mimenjadi penanda kehidupan, dan masjid menjadi penyempurna sebuah perjalanan.
Karena di Tanjung Batu, setiap persinggahan adalah silaturahmi, setiap sajian adalah sambutan hangat, dan setiap sujud adalah wujud syukur. Tak ada yang lebih istimewa dari kesederhanaan yang dijalani dengan ketulusan. (Syamsualam)