PALU,SULUHMERDEKA – Sekretaris Utama BKKBN RI Tavip Agus Rayanto mengungkap salahsatu permasalahan dalam upaya penanganan stunting secara nasional. Masalah tersebut adalah persentase hubungan seks yang banyak dilakukan sebelum pernikahan.
Demikian diungkapkan Tavip saat membuka puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 tingkat Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Rabu 7 Agustus 2024 di Sriti Convention Hall Palu.
Menurutnya, tema Harganas adalah “Keluarga Berkualitas Indonesia Emas” masih menyisakan tantangan baik secara nasional dan daerah. Untuk Sulteng saat ini angka stunting berada pada 27,2persen lebih dan tercatat hanya turun 1 persen. Persentase masih berada diatas persentase nasional.
“Ketika bicara perpesktif pembangunan keluarga untuk mengisi Harganas, inilah berbagi tantangan yang secara bertahap harus mampu kita tangani bersama,”ujarnya.
Salahsatu permasalahan diungkap Tavip dalam kesempatan ini. Dia mengungkap sesuai update data, ketika ditanyakan pada generasi usia 10 sampai 24 tahun kapan bertama kali berhubungan seks? yang wanita 59persen mengaku sudah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Sedangkan laki-laki sebanyak 74 pesrsen sudah berhubungan seks sebelum menikah.
“Ini juga menjadi tantangan dan spirit untuk membangun keluarga yang lebih berkualitas,”katanya lagi.
Selanjutnya jika berbicara Total Fertiliy Rate (TFR) atau angka kelahiran total di Sulteng, angkanya hingga hari masih 2,31persen. Ini artinya program KB di Sulteng masih relevan karena dalam RPJMN angka TFR idealnya nasional 2,1 persen. Sementara jika berbicara angka nasional sudah mentok diangka 2,108 persen.
“Kita tidak ingin kawatir terjadi minus groth pertumbuhan penduduk negatif. Sehingga isu permasalah yang muncul seperti di Negara cina dan jepang kini kesulitan mencari tenaga kerja produktif karena kekurangan sumber daya,”paparnya.
Tavip menyebut program KB jaman dulu beda dengan sekarang. Dulunya untuk menurunkan angka TFR dengan program dua anak cukup. Tapi kini tagline itu diubah dengan dua anak lebih lebih sehat. Kalau secara ekonomi lebih mampu memang sebetulnya punya anak tiga juga boleh.
Dia melanjutkan, isu stunting menjadi penting di era kepempinan Presiden Jokowi karena anak-anak bayi Dua Tahun (baduta) saat ini pada tahun 2046 akan menjadi remaja dan akan menjadi pemimpin. Itulah mengapa isu stunting dalam konteks pembangunana sebetulnya untuk meraih cita-cita Indonesia emas.
Terkait isu stunting di Sulteng yang masih berada pada angka 27,5 persen, beberpa waktu lalu Wapres telah memerintahkan untuk melakukan intervensi serentak pencegahan stunting. Namun beberpa kepala daerah protes karena data stunting dalam EBBGM berbeda jauh dengan data SHI.
Karena itu, bupati dan wali kota di Sulteng untuk tidak mengikuti data pengukuran serentak yang pertama. Sebab belum bisa menjadi alat ukur untuk angka stunting lantaran alat ukur yang digunakan belum terstandar. Kedua, ternyat ditemukan beberpa tempat tidak mengikuti SOP atau mengukur anak saat memakai topi atau kakinya belum diluruskan juga sudah diukur.
“Itulah bedanya kalau enumaretor yang sudah terlatih. Karena itu saya berharap hasil intervensi serentak sebelumnya saya kira dilaksanakan segera dilaksanakan intrvensi makanana tambahan sehingga didata kembali dalam SSI,”harapnya.
Tavip juga mengungkap mengapa angka stunting nasional hanya turun 0,1 persen. Menurut Menkes, penyebab pertama adalah karena anak stunting yang diukur dalam usai lima tahun dan usia diatas lima tahun tidak diukur atau tidak jadi semple. Ternyata yang stunting baru dibanding yang sudah tidak stunting yang usianya lebih lima tahun ternyata lebih banyak yang stunting.
Kedua, ternyata karena isunya stunting dibeberpa daerah kemudian intervensinya focus pada anak-anak stunting dan justru berorientasi pada mencegah terjadinya stunting. Padahal kalau sudah terlanjut stunting menurut beberapa pakar tingkat keberhasilannya menyembuhkan hanya 20 sampai 30 persen, karena penyebab stunting itu kompilkasi, tidak hanya persoalan gizi kronis.
Lantas bagaimana mencegahnya?. Pertama jelas Tafif, dimulai dari yang ringan adalah anak-anak yang berat badannya ketika ditimbang tidak naik untuk selanjutnya menjadi perhatian mendapat makanan tambahan selama dua minggu.
Kedua intervensi yang agak berat, mereka adalah anak-anak yang ketika ditimbang berat badannya kurang. Ini membutuhkan waktu sedikit lebih panjang sekitar empat minggu. Kemudian yang lebih sulit yaitu anak-anak gizi buruk lalu gizi kronis dan stunting.
“Mencegah ada dua cara, jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek yakni sampai Oktober 2024 atau diakhir masa jabatan Presiden Jokowi. Untuk mempertahankan angka stunting 14 persen maka sebetulanya jangka pendek ini focus pada ibu hamil dan anak masih dalam usia dua tahun. Tapi jika bicara RPJMN tahun 2025-2029 tentunya focus pada intervensi pada aspek lainnya,”demikian Tavip (NRF)