BeritaNasional

BI Terapkan Kebijakan Pelonggaran Kredit Kendaraan Bermotor dan KPR

2
×

BI Terapkan Kebijakan Pelonggaran Kredit Kendaraan Bermotor dan KPR

Sebarkan artikel ini

Suluhmerdeka.com – Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia telah memutuskan beberapa kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional dan meningkatkan konsumsi masyarakat, yaitu diantaranya pelonggaran ketentuan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi sedikitnya 0% dan pelonggaran rasio Loan to value/Financing to Value untuk kredit/pembiayaan property menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis property serta menghapus ketentuan pencarian bertahap properti inden. Kedua kebijakan ini berlaku mulai pada tanggal 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan pelonggaran uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor diputuskan dengan mempertimbangkan perlunya dorongan pemulihan khususnya pada sektor otomotif sebagai sektor yang memiliki backward dan forward linkage yang tinggi terhadap perekonomian.

“Dengan tetap mempertimbangkan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian, Bank Indonesia menerapkan pelongaran uang muka hingga 0% untuk kredit terhadap segala jenis kendaraan untuk bank yang memiliki tingkal Non Productive Loan (NPL) yang memenuhi syarat,” kata Perry Warjiyo melalui siaran pers BI, Jumat, 19 Februari 2021.

Menurut Perry, syarat yang dimaksud adalah rasio kredit/pembiayaan bermasalah secara bruto kurang dari 5% dan rasio KKB/PKB bermasalah secara neto juga kurang dari 5%. Bagi bank yang tidak dapat memenuhi syarat tersebut tetap dapat menerapkan kelonggaran uang muka hingga sebesar 10% untuk kendaraan roda dua dan roda tiga atau lebih non produktif dan kelonggaran hingga 5% untuk kendaraan roda tiga atau lebih produktif.

“Kebijakan tersebut ditempuh sebagai bauran kebijakan moneter dengan kebijakan stimulus fiscal yang telah diberiirkan Pemerintah, antara lain dalam bentuk insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Sinergi tersebut bertujuan untuk memberikan daya dorong terhadap perekonomian, mengingat dampak ikutan dari sektor otomotif cukup besar,” kata Perry.

Perry menjelaskan, dengan mempertimbangkan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian Bank Indonesia menerapkan pelongaran uang muka hingga 0% untuk segala jenis kendaraan untuk bank yang memiliki tingkal Non Productive Loan (NPL) yang memenuhi syarat. Syarat yang dimaksud adalah rasio kredit/pembiayaan bermasalah secara bruto kurang dari 5% dan rasio KKB/PKB bermasalah secara neto juga kurang dari 5%.

“Bagi bank yang tidak dapat memenuhi syarat tersebut tetap dapat menerapkan kelonggaran uang muka hingga sebesar 10% untuk kendaraan roda dua dan roda tiga atau lebih non produktif dan kelonggaran hingga 5% untuk kendaraan roda tiga atau lebih produktif,” ujarnya.

Selain dari sektor otomotif, kata Perry, sektor properti juga dinilai memiliki backward dan forward linkage yang tinggi terhadap perekonomian serta memiliki risiko kredit/pembiayaan yang masih cukup terkendali. Untuk mendorong sektor properti, Bank Indonesia menerapkan kebijakan pelonggaran rasio LTV hingga 100% untuk seluruh tipe perumahan.

“Dengan kebijakan ini, artinya pembelikonsumen dapat membeli rumah secara kredit tanpa harus menggunakan uang muka. Mekanisme Ppelonggaran LTV hingga 100% ini diberikan untuk seluruh tipe perumahan melalui bank yang memenuhi syarat rasio kredit/pembiayaan bermasalah bruto kurang dari 5% dan rasio KP/PP bermasalah juga kurang dari 5%,” bebernya.

Selain itu, tambah Perry, dalam upaya untuk mendorong kelancaran transaksi dimasyarakat dan mendukung gerakan UMKM Go-Digital, Bank Indonesia juga memperpanjang penerapan MDR 0% untuk transaksi melalui QRIS (QRcode Indonesia Standard) bagi usaha mikro. Kebijakan ini akan berlaku hingga 31 Desember 2021.. Diharapkan kebijakan ini dapat mempercepat dan Bank Indonesia juga terus memperluas akseptasi QRIS dengann target 12 juta merchant dengan berkolaborasi dengan PJSP dan Pemerintah.

Ke depan, Bank Indonesia akan mengarahkan seluruh instrumen kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, dengan tetap menjaga terkendalinya inflasi dan memelihara stabilitas nilai tukar Rupiah, serta mendukung stabilitas sistem keuangan. Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat, termasuk implementasi Paket Kebijakan Terpadu KSSK, dengan fokus pada upaya untuk mengatasi permasalahan sisi permintaan dan penawaran dalam penyaluran kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. (*/ptr)